HFANEWS.COM – Indonesia menjadi penghasil sawit terbesar di dunia namun, ada berbagai tantangan yang harus dihadapi antara lain ketidakpastian global, geopolitik, hingga biaya produksi yang semakin meningkat.
Direktur Palmoil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung menyampaikan ke depan sejumlah tantangan itu juga masih dirasakan, salah satunya kebijakan EU Deforestasi.
Perekonomian dunia tidak baik-baik saja, pertumbuhan industri sawit masa akan data tidak bisa terlalu optimis karena memang kecenderunganya menurun.
BACA JUGA : Harga Emas Terkini, Merosot di Bawah Pengaruh Kebijakan The Fed AS
Geopolitik ada di dua lokasi Ukraina, dan Rusia, dan (tantangan) middle east ini masih akan membawa ancaman karena 30% kontainer banyak melalui laut merah, kalau ini terganggu dampaknya luar biasa, kemudian EU deforestasi,” ujarnya.
Tungkot mengatakan sepanjang 2023, industri sawit masih menunjukkan kekuatannya untuk bertahan di tengah banyaknya tantangan global. Ia mencatat industri sawit telah menyumbang cukup besar bagi devisa negara.
Tahun 2023, kita perkirakan devisa ekspor sawit Indonesia menghasilkan US$ 31 miliar, dari penghematan devisa sebesar itu ada US$ 10,5 miliar. Artinya tahun lalu, industri sawit menyumbang kepada perekonomian Indonesia sekitar US$ 41 sampai 42 miliar.
“Ternyata industri sawit masih menunjukkan ketahanannya, bahkan masih bisa bertumbuh meskipun tidak terlalu besar, baik itu produksi maupun konsumsi.
Begitu besar risiko pada 2023, tetapi masih bisa survive bertumbuh di tengah ancaman resesi ekonomi dunia,” tambahnya.
Sementara, Ketua Umum Rumah Sawit Indonesia, Kacuk Sumarto mengungkap saat ini tantangan yang dihadapi industri sawit adalah biaya produksi yang semakin meningkat. Biaya produksi yang semakin mahal di antaranya pupuk dan upah pekerja. (hf/dvd)