KABARSOLUSI.COM – Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol menghadapi tuduhan pemberontakan setelah menetapkan darurat militer pada 3 Desember 2024. Jaksa penuntut menyatakan Yoon mengabaikan keberatan sejumlah menteri utama dalam kabinetnya, termasuk Perdana Menteri Han Duck-soo, Menteri Luar Negeri Cho Tae-yul, dan Menteri Keuangan Choi Sang-mok.
Dalam dokumen tuntutan sepanjang 83 halaman, para menteri tersebut memperingatkan dampak serius keputusan itu terhadap ekonomi dan diplomasi negara. Perdana Menteri Han menyebut bahwa kebijakan tersebut akan memicu krisis ekonomi besar dan menurunkan kredibilitas internasional Korea Selatan.
Hal senada disampaikan Menteri Luar Negeri Cho, yang menyatakan darurat militer akan merusak pencapaian diplomatik selama 70 tahun terakhir. Sementara itu, Menteri Keuangan Choi memperingatkan dampak buruk bagi stabilitas ekonomi negara.
Meskipun mendapat keberatan kuat, Yoon bersikeras bahwa langkah tersebut diperlukan untuk mencegah kehancuran negara akibat tekanan oposisi. “Baik ekonomi maupun diplomasi tidak akan berfungsi jika langkah ini tidak diambil,” tegas Yoon dalam dokumen tuntutan tersebut.
Baca Juga : Pemilik Kendaraan Bermotor Dikenakan Dua Pajak Baru
Setelah deklarasi darurat militer, Yoon menuai kritik tajam dan menghadapi tekanan politik yang besar. Ia kini diselidiki atas tuduhan pemberontakan, dengan ancaman hukuman berat mulai dari penjara hingga hukuman mati. Kuasa hukumnya, Yoon Kab-keun, membantah tuduhan tersebut, menyebutnya tidak memiliki dasar hukum.
Mahkamah Konstitusi dijadwalkan memulai sidang pemakzulan Yoon pada 14 Januari mendatang. Sementara itu, Han Duck-soo, yang sempat menjabat sebagai penjabat presiden setelah Yoon dicopot, juga dimakzulkan oleh parlemen karena dianggap tidak menyelesaikan proses pemakzulan Yoon dengan cepat.
Kasus ini memicu ketegangan politik yang besar di Korea Selatan, dengan banyak pihak menunggu hasil sidang untuk menentukan nasib Yoon dan masa depan politik negara. (ksdvd)