HFANEWS.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tersangka terduga penyuap Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Kabasarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi, Mulsunadi Gunawan setelah menyerahkan diri.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, pihaknya menangkap Marilya dan sejumlah pihak lainnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT), pada Selasa (25/7/2023). “Atas dasar kebutuhan penyidikan, tim penyidik menahan Gunawan untuk 20 hari pertama,” kata Alex dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Jakarta, Senin (31/7/2023).
Gunawan, kata Alex, merupakan Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati. Ia diduga bersama-sama Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya menyuap Henri melalui bawahannya, Letkol (Adm) Afri Budi Cahyanto. Afri duduk sebagai Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas.
Adapun penahanan dimulai dari 31 Juli hingga 19 Agustus. Gunawan akan mendekam di rumah tahanan (Rutan) KPK cabang Merah Putih.
Menurut Alex, Gunawan dan Marilya diduga mendekati Henri secara personal hingga melakukan pertemuan dengan jenderal TNI bintang tiga itu dan Afri. Mereka meminta agar perusahaannya ditetapkan sebagai pemenang proyek pengadaan peralatan pencarian korban reruntuhan tahun anggaran 2023.
KPK menduga, kedua pihak bersepakat terdapat pembagian fee 10 persen dari nilai kontrak. Adapun nilai kontrak pengadaan tersebut Rp 9,9 miliar.
Gunawan pun memerintahkan Marilya menyerahkan uang Rp 997 juta kepada Afri. Namun, rencana transaksi suap itu terendus KPK. Marilya dan Afri pun masuk dalam daftar 11 orang yang terjaring OTT. Dalam perkara ini, Henri diduga menerima suap Rp 88,3 miliar terkait pengadaan barang di Basarnas sejak 2021-2023.
KPK menyatakan tidak menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas nama Henri dan Afri. Lembaga antirasuah hanya menerbitkan Sprindik atas nama tiga orang dari pihak swasta.
Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil. Sementara, proses hukum Henri dan Afri diserahkan kepada pihak Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.
Karena perbuatannya, Gunawan dan dua pihak swasta lainnya disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (HFAN/Arum)