KABARSOLUSI.COM – Pemerintah mengaku sedang mencari lokasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di wilayah Indonesia Barat dan wilayah lain.
Pemakaian nuklir sebagai opsi sumber energi baru sudah diresmikan dalam Rancangan Umum Energi Nasional tahun lalu oleh DPR dan akan dieksekusi oleh pemerintah Presiden Prabowo Subianto.
Utusan Khusus Presiden bidang Perubahan Iklim di arena COP29 Baku Azerbaijan, Hashim Djojohadikusumo mengatakan pemerintah telah memutuskan membangun dua jenis PLTN dengan kapasitas berbeda.
“Ini nanti PLN bisa jelaskan, tapi ada beberapa yang besar, itu 1-2 gigawatt, itu nanti di Indonesia bagian barat. Yang perlu dicari tempat yang paling aman, yang tahan gempa. Jangan nanti di zona-zona tempat di mana ada rawan gempa, bisa celaka,” kata Hashim pada wartawan di luar Paviliun Indonesia, COP29 di Baku, Azerbaijan, Selasa (12/11).
“Yang kedua, ada namanya tenaga-tenaga nuklir kecil Small Modular Reactors (SMR). Itu yang bisa terapung, floating, itu untuk melayani industri lebih kecil,” lanjut dia.
Baca Juga : China Tuding AS Gunakan Isu TSMC untuk Picu Ketegangan di Selat Taiwan
Nuklir menjadi opsi yang kembali diminati setelah kebutuhan energi di seluruh dunia terus tumbuh sementara pasokan dari energi terbarukan belum mencukupi. Nuklir juga dilirik sebagai pengganti gas, terutama sejak meletusnya Perang Ukraina yang menyebabkan pasokan gas ke Eropa terganggu.
Sebelumnya nuklir sempat ditinggalkan karena energi terbarukan dianggap sebagai opsi yang lebih hijau.
Rencana pemerintah kembali memasukkan energi nuklir sebagai sumber listrik tambahan kembali mengemuka. Wacana pendirian PLTN yang sempat terhenti pada era pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini kembali dipertimbangkan.
Dalam Kebijakan Energi Nasional, PLTN pertama ditargetkan mulai beroperasi pada tahun 2032 dengan kapasitas 250 MW. Melihat skalanya, kapasitas tersebut masuk dalam kategori Small Modular Reactor (Reaktor Modular Kapasitas Kecil).
Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Eniya Listiyani mengatakan opsi SMR dipilih sebagai proyek awalan mengingat banyaknya persiapan yang harus dilakukan pemerintah sebelum eksekusi rencana ini.
“Berdasarkan pengalaman selama ini di negara lain, PLTN berskala besar [kapasitas 1 GW ke atas] dibangun selama kurun waktu 7-10 tahun. Sedangkan, untuk PLTN pertama, Indonesia akan menggunakan PLTN dengan skala Small Modular Reactor [kapasitas di bawah 300 MW] yang diperkirakan waktu pembangunannya sekitar 5 tahun,” ujar EnIya kepada CNN Indonesia beberapa waktu lalu.
Laporan ini ditulis oleh Dewi Safitri yang meliput COP29 dari Baku, Azerbaijan dengan fellowship dari EJN dan Stanley Center for Security. (ks/dvd)