HFANEWS.COM – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan bahwa Indonesia tidak akan menghentikan tambang nikel meskipun banyak negara lain melakukannya karena penurunan harga nikel secara global.
Menurutnya, Indonesia tidak akan mengikuti tren penutupan tambang di seluruh dunia. Luhut menegaskan bahwa kondisi harga nikel saat ini tidak disebabkan oleh program hilirisasi nikel di Indonesia dan mengatakan bahwa harga komoditas, termasuk nikel, perlu dilihat dalam jangka panjang, setidaknya 10 tahun terakhir.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto, juga menambahkan bahwa anggapan tentang oversupply nikel dari Indonesia tidak sepenuhnya benar, karena penambahan produksi nikel dari Indonesia sebagian besar menggantikan pasokan dari negara-negara lain yang tidak efisien.
BACA JUGA : Gaya Hidup Antara Konsumsi dan Kepribadian
Meskipun harga nikel turun, nilai ekspor produk turunan nikel dari Indonesia masih mengalami kenaikan karena peningkatan volume.
Harga nikel saat ini, menurut Luhut, masih lebih tinggi daripada rata-rata 10 tahun terakhir, meskipun ada penurunan. Dia juga menyebut bahwa harga nikel harus dilihat dalam perspektif kumulatif dan rata-ratanya.
Beberapa tambang nikel di Australia telah ditutup, termasuk milik Wyloo Metals dan BHP, sebagai dampak dari penurunan harga bahan baja tahan karat dan baterai.
Pada tanggal 6 Februari 2024, harga nikel berada di level US$ 15.660 per ton, mengalami penurunan 3,62% dibandingkan dengan minggu sebelumnya dan 2,56% secara bulanan, mencerminkan kondisi pasar yang menantang dengan prospek harga nikel yang suram, diperkirakan akan terus turun pada tahun 2024. (hf/dvd)