KABARSOLUSI.COM – Setumpuk pekerjaan rumah (PR) di sektor fiskal selama era kepemimpinan Presiden Joko Widodo dinilai bakal membuat upaya akselerasi ekonomi pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka lebih menantang, termasuk memberikan tuntutan tinggi kepada menteri keuangan baru.
Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar mengatakan, setumpuk PR bagi Menkeu Baru Beragam problem akan dihadapi oleh pemerintahan Prabowo – Gibran ke depan. Di antaranya stagnasi pertumbuhan ekonomi di angka 5,1%. Pelebaran defisit anggaran sebesar 171,82% menjadi Rp616,19 triliun.
Ia menjelaskan, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) naik signifikan dari 24,7% pada 2014 menjadi 39,13% pada 2023 padahal, termasuk rasio pajak terhadap PDB yang turun drastis dari 13,7% pada 2014 menjadi 10,1% pada 2024.
Baca Juga: Pesan Jokowi dalam Sidang Kabinet Terakhir
“Kebijakan fiskal selama satu dekade terakhir tidak menunjukkan perbaikan yang substansial dalam memperkuat basis ekonomi nasional,” ungkap Celios dikutip pada Sabtu (14/9/2024).
Menurutnya, pemahaman mendalam terhadap kondisi ekonomi makro saat ini menjadi dasar penting dalam membangun kerangka fiskal yang lebih responsif.
Mengenai pertumbuhan ekonomi yang stagnan, menurut Celios, dengan demografi Indonesia yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 271 juta orang, pertumbuhan ekonomi idealnya 6% hingga 7% dengan pendapatan perkapita di atas US$10.000. Sayangnya, ini tidak tercapai dalam 10 tahun pemerintah Jokowi.
“Kontraksi Ekonomi Bayangi Kenaikan Tarif PPN Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun depan berpotensi menekan ekonomi. Upah riil masyarakat juga akan terkena dampak negatif,” paparnya.
Sebelumnya, Direktur Ekseutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Sri Astuti memperkirakan konsumsi masyarakat turun 3,32%; ekspor turun 0,14%; dan impor turun 7,02%; indeks harga konsumen turun 0,84%; upah nominal atau riil turun 5,86%; dan pertumbuhan ekonomi turun 0,11%. Hasil ini didapat berdasarkan kajian Indef mengenai dampak skema tarif PPN sebesar 12,5%. Namun, dengan tarif 12% tahun depan, Indef meyakini hasilnya tidak jauh berbeda.
“Hal yang perlu kita cermati adalah tarif PPN ini akan membuat kontraksi perekonomian. Tidak hanya konsumsi, tetapi juga ekspor, impor, maupun pertumbuhan ekonomi,” ujar Sri Astuti dalam diskusi daring, Kamis (12/9/2024).
Dia menjelaskan, angka-angka tersebut didapat berdasarkan temuan bahwa ruang fiskal pemerintah cenderung kecil karena penerimaan negara dari pajak dalam tren menurun. Dari sisi belanja, pengeluaran condong untuk kebutuhan rutin daripada belanja modal.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan dari total tambahan anggaran Rp40,59 triliun itu sebesar Rp9,11 triliun bakal dialokasikan untuk mendukung pembangunan IKN khususnya pengembangan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP).
“Untuk lanjutan pembangunan IKN dan operasi kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP) Rp9,11 triliun,” ujarnya.
Anggaran IKN itu bakal dialokasikan langsung ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya untuk melakukan pengembangan kawasan dan Ditjen Bina Marga untuk mendukung pembangunan konektivitas baik jalan di dalam kawasan IKN maupun jalan tol IKN.
Namun demikian, Basuki masih belum dapat merinci secara detail mengenai alokasi anggaran tambahan untuk pembangunan IKN itu. Dirinya mengaku masih bakal melakukan pendalaman untuk nantinya disampaikan secara lebih lanjut ke parlemen. (KS/Arum)