HFANEWS.COM – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membekukan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) milik PT RMK Energy Tbk. (RMKE) dan anak usahanya, PT Truba Bara Banyu Enim.
Permintaan ini dilakukan menyusul adanya dugaan aktivitas pertambangan ilegal yang dilakukan kedua perusahaan ini di wilayah Sumatra Selatan. “Jadi kami minta kepada Kementerian ESDM dalam hal ini Direktorat Jenderal Minerba untuk melakukan pembekuan dulu RKAB-nya sampai prosesnya detail,” kata Bambang saat ditemui di Kompleks DPR, Senayan, Senin (28/8/2023).
Bambang menyebut, pembekuan RKAB dari kedua perusahaan ini dilakukan agar kerugian negara yang diakibatkan oleh keduanya tidak melebar.
“Kami tidak ingin ada kerugian negara yang semakin besar akibat perilaku mereka ini,” ucapnya. Mengutip laman Kementerian ESDM, PT Truba Bara Banyu Enim merupakan perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh PT RMK Energy Tbk. dengan kepemilikan sebesar 62 persen saham.
Untuk jabatan komisaris PT Truba Bara Banyu Enim dijabat oleh Tony Saputra, sementara posisi direktur utama dijabat oleh Vincent Saputra. Bambang mengungkapkan, kasus dugaan pertambangan ilegal bermula saat adanya aset pemerintah daerah (Pemda) di Sumatra Selatan yang dijual ke PT Truba Bara Banyu Enim oleh oknum kepala desa sekitar.
Setelah dilakukan pembelian oleh PT Truba Bara Banyu Enim, pihak dari perusahaan bukannya mengurus pengalihan jalan untuk pertambangan, justru mereka langsung melakukan kegiatan penambangan.
Bambang menyebut, jika mengacu kepada Pasal 136 Undang-Undang Minerba, PT Truba Bara Banyu Enim wajib mengalihkan fungsi jalan untuk usaha pertambangan sebelum melakukan kegiatan penambangan. “Jadi pekerjaan yang dilakukan oleh PT Truba dan PT RMK ini teramsuk dalam kategori illegal mining,” kata Bambang.
Bambang menyebut bahwa angka yang diberikan kejaksaan terkait kerugian atas kasus ini sekitar Rp1,8 miliar. Namun, dirinya masih menduga bahwa nilai kerugian tersebut akan bertambah lebih dari Rp1,8 miliar.
“Berdasarkan kejaksaan hitungannya masih Rp1,8 miliar. Tapi kami menduga lebih dari itu jadi jangan kita nilai dari tanah yang digali, tapi kita nilai akibat dari aset pemerintah ini berapa yang mereka dapatkan,” ucapnya.
Bambang menjelaskan bahwa untuk kasus ini sudah terdapat satu orang tersangka, yaitu oknum kades yang ditetapkan oleh pihak kejaksaan. Oknum kades tersebut yang menjual tanah kepada dua perusahaan itu dan dirinya dikenakan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). (HFAN/Arum)