Nilai tukar rupiah hari ini cenderung dibayangi oleh lonjakan dolar AS menjelang pidato para pejabat Bank Sentral Federal Reserve (The Fed) yang akan menawarkan arah kebijakan suku bunga acuan.
Dolar AS sempat menguat pada perdagangan Rabu (8/11/2023) waktu setempat, dan tampak pulih dari aksi jual tajam minggu lalu karena meningkatnya kepercayaan bahwa The Fed telah mengakhiri kenaikan suku bunga.
Namun, masih ada sedikit kesepakatan mengenai apakah penurunan suku bunga akan segera terjadi karena inflasi masih di atas target 2% bank sentral AS.
Baca juga : Karena The Fed Tahan Kenaikan Suku Bunga, Rupiah Berpeluang Menguat
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan nilai tukar rupiah hari ini diprediksi fluktuatif namun berpeluang ditutup melemah pada kisaran Rp15.630- Rp15.700 per dolar AS.
Para pejabat The Fed masih memproyeksikan suku bunga tinggi, terutama menyusul data nonfarm payrolls AS yang lebih lemah dari perkiraan pada Oktober 2023. Para pejabat The Fed mencatat bahwa inflasi masih terlalu tinggi, dan suku bunga berpotensi naik lebih lanjut dalam beberapa bulan mendatang.
Menurutnya, bahkan jika The Fed berhenti sejenak, diperkirakan akan mulai memangkas suku bunga pada pertengahan tahun 2024.
“Bank sentral memberi isyarat bahwa suku bunga AS akan tetap lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama, kemungkinan besar akan tetap di atas 5% hingga akhir tahun 2024,” ujar Ibrahim dalam riset, dikutip Kamis (9/11/2023).
Baca juga : Kejar Target, Pemerintah akan Percepat Penyaluran KUR
Lonjakan PDB AS Kuartal III/2023 Perlu Diperhatikan dengan Ketat Indikator CME FedWatch menunjukkan kemungkinan 15% kenaikan suku bunga lagi pada Januari 2024 dan kemungkinan penurunan suku bunga sebesar 22% pada Maret 2024.
Di lain sisi, data Selasa, (8/11/2023) menunjukkan bahwa ekspor China turun lebih besar dari perkiraan, sementara neraca perdagangan Negeri Tirai Bambu menyusut ke level terendah dalam 17 bulan pada Oktober 2023.
Fokus pasar saat ini tertuju pada data inflasi China, yang akan dirilis pada Kamis, (9/11/2023). Dari sentimen domestik, Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 6%.
Kenaikkan suku bunga ini akan berdampak terhadap berbagai sektor mulai dari properti, asuransi, sampai kredit yang disalurkan perbankan. Menurut Ibrahim, BI melakukan tindakan pre-emptive dan forward looking di tengah ketidakstabilan global.
BI ingin mendukung kestabilan nilai rupiah di tengah volatilitas yang tinggi. Volatilitas tinggi ini tercermin dari angka yield obligasi Amerika Serikat (AS) yang sedang berada di level 5%, tertinggi sejak 2007 sehingga BI tidak bisa lagi menahan suku bunga. (HFAN/DVD)